Dengan anugrah Hyang Widi (Tuhan YME), setelah menempuh perjalanan beberapa jam kami akhirnya menginjakkan kaki di salah airport di Pulau Flores tepatnya di Maumere. Benar saja, rumput-rumput kekuningan serta debu panas langsung menyambut saya ketika turun dari tangga pesawat ATR yang kami tumpangi. Dengan membawa ransel kami berjalan menuju terminal kedatangan bandara berharap hawa sejuk air conditioner dalam terminal sedikit dapat mengusir sinar matahari NTT yang cukup menyengat. Sebotol air mineral pun mengalir membasahi tenggorokan, memulihkan sebagian energi yang menguap.
Sampai sejauh itu kami benar-benar merasa NTT bukan tempat yang bagus dikunjungi. Kami pun ingin segera menyelesaikan pekerjaan sehingga bisa kembali ke Jakarta secepatnya. Hingga akhirnya dalam perjalanan, kami iseng-iseng bertanya kepada driver yang mengantar, tempat apa yang bagus untuk dikunjungi di NTT. Beliau merekomendasikan untuk menginap di daerah moni dan kebetulan site tempat survey yang kami kunjungi melewati daerah tersebut. Awalnya tentu saja kami ga terlalu berharap banyak. Tapi okelah, pastinya dia tau daerah mana yang terbaik. Kami pun menuju desa Moni.
Awal perjalanan menuju desa Moni ternyata sedikit demi sedikit memudarkan semua kesan negatif akan gersangnya NTT. Sejuknya aroma hutan nan hijau benar2 tak terbayang sebelumnya. Apalagi ketika kami selanjutnya melalui jalan berkelok pulau Flores menuju beberapa daerah seperti Ende dan Ruteng, benar-benar luar biasa. Bahkan ketika menginap di Ruteng, untuk pertama kalinya saya menyesal mengapa tidak membawa jaket yang sebelumnya selalu saya bawa (akibat membayangkan panasnya suhu di NTT, jadi saya rasa tidak perlu membawa jaket). Weuih dingin banget bro...
Dan Labuan Bajo benar-benar menjadi akhir yang mengagumkan. Ternyata NTT tidak melulu kering, panas dan gersang. Tidak hanya keindahan lukisan alamnya yang berupa danau, gunung, pantai dan padang savana yang eksotis, wisata sejarahnya pun cukup menarik untuk disimak (presiden pertama kita, bpk proklamasi pernah dibuang disini). Berikut beberapa daerah yang kami kunjungi. Enjoy it!!
1. Sunrise Kelimutu.
Berlokasi di desa Moni, objek wisata ini yang pertama kami kunjungi. Keindahan alam dan panoramanya pasti akan membut tmn2 ketagihan datang ke Danau Kelimutu atau Danau Tiga Warna, dan yang mengagumkan lagi danau ini terkenal memiliki tiga warna. Begitu kami memasuki kawasan wisata ini, kicauan burung bersahutan menyambut. Kami sesekali berhenti untuk melihat si pemilik suara, namun tidak seorang pun dapat melihat keberadaan burung bersuara emas ini. Pantas saja burung ini diberi nama burung arwah oleh penduduk sekitar.
Kami tak ingin terlalu terbuai oleh suara indah tsb, karena ga ingin ketinggalan sensasi sunrise di puncak gunung. Danau ini memang paling bagus dikunjungi pada pagi hari, karena sekitar jam 10 ke atas kabut tebal akan mulai menutupi keindahan lukisan Tuhan ini.
Danau kelimutu memang banyak menyimpan cerita mistis di dalamnya. Menurut kepercayaan masyarakat sekitar, jiwa atau arwah orang yang telah meninggal akan datang ke kelimutu. Jiwanya atau maE (bahasa suku lio) akan meninggalkan kampungnya dan menghuni kelimutu untuk selamanya. Sebelum memasuki kawah, para arwah akan menghadap Konde Ratu selaku penjaga pintu masuk Perekonde. Para arwah pun nantinya akan menempati kawah sesuai usia dan perbuatannya. Yup, demikianlah setidaknya sedikit informasi yang saya baca di sebuah batu yang terukir di puncak.
Melihat tempat lapang, indah dan sejuk sangat ideal tentunya digunakan sebagai tempat untuk berkemah. Namun tidak satupun fenomena ini saya lihat. Ketika saya bertanya kepada driver yang mengantar, dia menjelaskan bahwa tidak ada yang berani menginap di kawasan ini, karena memang tempatnya agak angker. bahkan sebelum jam 6 sore, tidak seorangpun pengunjung yang masih berani berada di kawasan ini.
(bersambung)